Arsip untuk Februari, 2009

27
Feb
09

Kasus Inces


Pepi Perdiansyah

Pepi Perdiansyah

CONTOH KASUS INCES

Oleh : Pepi Perdiansyah

Beberapa bulan yang lalu, di daerah kami dikejutkan oleh suatu kejadian yang luar biasa, sangat memprihatinkan dan bisa dibilang tidak manusiawi. Kejadian seorang ayah yang tega menggauli putri kandungnya sendiri, sampai akhirnya hamil dan melahirkan bayi laki-laki.

Sebelumnya memang hubungan suami istri ( orang tua anak )ini kurang harmonis, bahkan sudah bercerai ketika putrinya masih kecil. Akhirnya ibu kandungnya yang membesarkan dan membiayainya. Ketika beranjak dewasa ayahnya sering datang dan sering membawa putrinya tersebut pergi kemana-mana dengan alasan ingin mengurus anaknya karena mengaku dari kecil tidak pernah mengurusnya. Namun setelah beberapa bulan, anak tersebut mengalami perubahan secara fisik maupun psikologisnya. Awalnya ketika ditanya anak tersebut tidak menjawab karena takut, malu dan diintimidasi oleh ayahnya. Tetapi akhirnya dia mengaku dan mengatakan bahwa yang menghamilinya adalah ayahnya sendiri.

Mengamati kasus seperti ini maka saya menganalisa beberapa faktor yang bisa menjadi faktor penyebabnya, diantaranya :

1. Lingkungan keluarga

2. Pendidikan

3. Keadaaan ekonomi keluarga

4. Lingkungan masyarakat

Perkembangan psikologis anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam fase perkembangan akhir masa anak-anak, seorang anak sudah mulai mengenal peran sosial antara laki-laki dengan perempuan. Orang tua selengkapnya adalah seorang ayah dan ibu yang membesarkannya. Tetapi dengan kasus perceraian yang terjadi dengan orang tuanya menyebabkan si anak tidak memiliki keluarga yang lengkap (single parent). Pada masa ini ada kecenderungan anak tersebut kehilangan sosok ayah yang bisa dijadikan figur ayah di masa perkembangannya, sehingga si anak tidak tahu bagaimana persisnya peranan seorang ayah di dalam sebuah keluarga. Kehilangan sebuah pigur ayah dalam keluarga akan berakibat buruk pada anak, yaitu si anak akan mencari figur seorang ayah di luar atau lebih jauhnya lagi anak akan menjadi minder untuk bergaul dan bersosialisasi dengan teman-temannya ataupun dengan orang-orang di sekitarnya.

Perekonomian keluarga juga menjadi salah satu faktor penentu perkembangan anak baik secara fisik maupun psikologis. Perekonomian keluarga yang mapan adalah tolak ukur yang ideal, dimana segala kebutuhan anak dapat tercukupi terutama segi fisik. Sebaliknya perekonomian keluarga kurang mendukung dapat menyebabkan perkembangan anak terganggu terutama dari segi psikisnya dimana anak menjadi minder dan menarik diri dari lingkungan. Dalam kasus ini, saya melihat faktor ekonomi juga menjadi salah-satu penyebab terjadinya perilaku menyimpang tersebut karena keluarga ini segi perekonomiannya sangat kurang bahkan untuk menutupi kebutuhan makan sehari-harinya saja ibunya sudah banting tulang menjadi tukang pencuci pakaian di rumah-rumah tetangga. Memang dalam hal ekonomi sangat memprihatinkan sehingga mungkin tidak ada waktu untuk mengurus hal-hal lain selain memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kecenderungan anak untuk menarik diri dari lingkungannya akan mengurangi pengetahuan dan cara pandangnya tentang beberapa hal, terutama hal yang tidak diajarkan di sekolah tetapi sangat penting untuk diketahui yaitu sosialisasi, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi penyimpangan perilaku anti sosial. Hal ini menyebabkan kurangnya informasi yang didapat seorang anak dan menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan pada apa yang dia lihat dan dengar secara minim.

Pemahaman tentang agama pertama kali diterapkan di rumah dengan dominasi peranan orang tua. selain itu, pengetahuan agama juga didapat dari sekolah, pesantren ataupun organisasi keagamaan lainnya di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Tetapi masalahnya adalah pelajaran agama yang diberikan di sekolah hanya bersifat umum dan dibatasi dengan kurikulum, sehingga tidak bisa dijadikan jaminan untuk seorang anak bisa sepenuhnya memahami esensi dari pengetahuan agama itu sendiri. Ditambah lagi dengan pengetahuan mengenai sex education yang cenderung masih dipandang tabu oleh masyarakat untuk diperkenalkan pada anak-anak mereka. Hal inilah yang justru akan lebih berbahaya, karena akan ada kecenderungan seorang anak akan mencari tahu tentang pendidikan seks ini di luar rumah, tanpa sepengetahuan dan bimbingan dari orang orang tua.

Penanggulangannya memang tidak mudah dan sedapat mungkin tidak menimbulkan masalah baru, diantaranya yaitu memisahkan anak tersebut (korban) dari ayah kandungnya sendiri agar tidak terulang kembali dengan menyerahkan pelaku (ayah) kepada pihak berwajib. Sedangkan penanggulangan untuk korban sendiri adalah dengan memberikan dukungan moral dari keluarga dan masyarakat untuk mengurangi tekanan mental korban dan menimbulkan kesadaran dari korban untuk mau dan mampu menerima kenyataan dengan memisahkan bayi tersebut dari korban, sehingga korban dapat kembali menjalani kehidupannya tanpa dibayang-bayangi masa lalu. Adapun maksud dari pemisahan orang tua dan anak dalam kasus ini adalah agar pertumbuhan bayi dan kesehatan mental ibunya tidak terganggu. Penanggulangan yang intens dalam kasus ini adalah terhadap bayi tersebut, pengondisian yang dilakukan adalah dengan mendapatkan orang tua asuh baru dan layak bagi bayi dan dijauhkan dari lingkungan keluarganya, sehingga tidak akan terjadi hal yang dikhawatirkan yaitu mengetahui asal-usulnya di kemudian hari. Dengan demikian maka masing-masing dapat tumbuh, berkembang dengan tahap perkembangan yang optimal. Bagi masyarakat, kasus ini bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan introspeksi diri tentang keluarga dan hubungan kemasyarakatan, dimana kehidupan bertetangga yang harmonis adalah dengan saling tolong-menolong, menjaga kerukunan, keperdulian dan persaudaraan.




Februari 2009
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
232425262728